TARAKAN – Penyesuaian tarif abonemen Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota Tarakan dinilai berpotensi menimbulkan persoalan hukum. Akademisi hukum menegaskan, konsumen memiliki dasar kuat untuk menggugat jika kebijakan tersebut dianggap melanggar hak masyarakat atas layanan air bersih.

Dosen Fakultas Hukum Universitas Borneo Tarakan (UBT), Alif Arhanda Putra, menyebut air bersih adalah kebutuhan dasar yang harus dijamin negara. Karena itu, setiap kebijakan kenaikan tarif harus dilakukan secara transparan dan melalui sosialisasi terlebih dahulu.

“Air adalah kebutuhan vital. Jika ada kebijakan kenaikan tarif tanpa sosialisasi, apalagi mendadak, itu berpotensi memberatkan masyarakat,” tegas Alif, Kamis (11/9/2025).

Risiko Maladministrasi
Menurutnya, kebijakan yang diambil tanpa komunikasi terbuka bisa menimbulkan maladministrasi. Masyarakat pun memiliki payung hukum jelas untuk memperjuangkan haknya melalui Undang-Undang Perlindungan Konsumen, Pasal 4, yang menjamin hak konsumen atas barang dan jasa.

“Kalau PDAM terbukti tidak memenuhi kewajibannya dalam pelayanan, maka gugatan bisa ditempuh. Itu bisa masuk ke ranah perbuatan melawan hukum,” jelasnya.

Bisa Dijalankan Jika Sesuai Prosedur
Meski begitu, Alif menilai penyesuaian tarif tetap sah dilakukan asalkan sesuai mekanisme. Sosialisasi beberapa bulan sebelum diberlakukan, menurutnya, menjadi syarat penting.

“Jika dilakukan dengan sosialisasi yang memadai, maka prosedur sudah terpenuhi. Namun yang perlu diingat, masyarakat harus dilibatkan dalam rencana kebijakan ini,” tambahnya.
Alif juga mendorong PDAM untuk mengundang unsur masyarakat dalam forum sosialisasi kenaikan tarif. Selain bentuk keterbukaan, langkah ini sekaligus menjadi ruang evaluasi pelayanan air bersih di Tarakan.

“PDAM adalah representasi pemerintah daerah dalam pelayanan dasar. Keterlibatan masyarakat tidak hanya soal legitimasi, tapi juga sarana untuk meningkatkan kualitas layanan,” pungkasnya.

Iklan