TANJUNG SELOR – Kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kalimantan Utara terus menunjukkan peningkatan. Situasi ini membuat DPRD Kaltara menilai perlunya langkah lebih serius dan terkoordinasi agar perlindungan bagi kelompok rentan dapat berjalan maksimal di seluruh daerah.

Anggota Komisi IV DPRD Kaltara, Vamelia, mengungkapkan bahwa kekerasan tidak lagi bisa dipandang sebagai urusan internal keluarga. Banyak kasus justru terjadi di lingkungan sekitar korban. “Sebagian pelaku merupakan orang yang memiliki hubungan dekat dengan korban. Ini yang membuat penanganan semakin menantang,” tuturnya.

Ia menegaskan bentuk kekerasan kini semakin luas, termasuk kekerasan berbasis dunia digital seperti pelecehan melalui media sosial hingga eksploitasi anak secara daring. Karena itu, upaya penanganan harus melampaui pendekatan hukum semata.

“Proses hukum penting, namun sisi pencegahan harus benar-benar diperkuat. Keluarga adalah benteng pertama untuk memastikan perempuan dan anak terlindungi,” katanya.

Vamelia juga menekankan pentingnya pemerintah daerah menjalankan Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2021 tentang Perlindungan Perempuan dan Anak secara lebih konkret. Menurutnya, aturan tersebut perlu diterjemahkan menjadi kebijakan teknis yang bisa langsung dijalankan oleh perangkat daerah.

“Perda ini jangan hanya menjadi dokumen di rak. Perlu diturunkan menjadi langkah operasional yang nyata dan bisa dirasakan masyarakat,” ujarnya.

Ia menambahkan, perlindungan yang efektif hanya dapat terwujud melalui sinergi lintas sektor—mulai dari pemerintah daerah, aparat hukum, sekolah, hingga masyarakat. Kolaborasi yang kuat dinilai penting untuk menciptakan lingkungan yang aman bagi perempuan dan anak.
“Tidak ada pihak yang bisa bekerja sendiri. Ketika semua unsur bergerak bersama, upaya pencegahan maupun penanganan dapat berjalan jauh lebih baik,” pungkasnya.

Iklan