TANJUNG SELOR – Mengantisipasi musim kemarau yang diperkirakan melanda mulai pertengahan Juni 2025, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Kalimantan Utara menggelar Rapat Koordinasi Penanganan Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla), Kamis (15/5), di Aula Kantor Gubernur Kaltara.

Pertemuan strategis ini diikuti oleh perwakilan BPBD kabupaten/kota se-Kaltara, TNI-Polri, Dinas Kehutanan, Palang Merah Indonesia, pelaku usaha kehutanan, serta media massa. Kepala BPBD Kaltara, Andi Amriampa, menegaskan pentingnya pendekatan kolaboratif lintas sektor melalui konsep pentaheliks, yang melibatkan lima unsur utama: pemerintah, sektor usaha, akademisi, masyarakat, dan media.

“Kami menindaklanjuti hasil rakor di Kemenko Polhukam yang digelar 13 Maret lalu, yang juga dihadiri Wakil Gubernur. Fokus utama kami adalah meningkatkan kesiapsiagaan terhadap peringatan dini dari BMKG, khususnya menjelang musim kemarau bulan Juni dan Juli mendatang,” ujar Andi.

Berdasarkan data historis, beberapa wilayah di Kaltara yang memiliki potensi tinggi terjadi karhutla mencakup Tanjung Palas Timur (Bulungan), serta Kecamatan Nunukan dan Sebatik di Kabupaten Nunukan. Ketiganya termasuk dalam zona prakiraan iklim BMKG dengan tingkat risiko kemarau yang tinggi, meskipun fokus utama tahun ini diarahkan ke wilayah Bulungan.

BMKG: Tiga Wilayah Kaltara Masuk Zona Rawan Kemarau

Dalam rapat tersebut, Kepala Stasiun Meteorologi Juwata Tarakan, Hilmi, memaparkan proyeksi iklim Kaltara tahun 2025. Ia menyebut bahwa sebagian wilayah masih berpotensi diguyur hujan, namun tiga zona memiliki risiko tinggi mengalami kekeringan:

  • Kaltara 01: Tenggara Bulungan (Tanjung Palas Timur), diprediksi mulai kering pada pertengahan Juni

  • Kaltara 02: Pulau Sebatik, memasuki musim kemarau sejak Maret-April

  • Kaltara 03: Pulau Nunukan, kemarau juga diperkirakan dimulai sejak Maret-April

“Musim kering di zona Kaltara 01 bisa berlangsung hingga dua setengah bulan. Tanjung Palas Timur perlu diwaspadai karena memiliki rekam jejak kebakaran hutan dan lahan yang tinggi,” jelas Hilmi.

Prioritas pada Pencegahan dan Edukasi

Andi Amriampa menambahkan, strategi utama penanggulangan karhutla adalah memperkuat pencegahan. Berbagai program telah digerakkan, termasuk pelatihan bagi petugas lapangan, pengadaan perlengkapan penanganan darurat, serta edukasi publik. Program seperti Desa Peduli Bencana dan Masyarakat Peduli Api menjadi ujung tombak di lapangan.

“Dukungan anggaran, terutama dari APBD desa, sangat krusial. Upaya mitigasi harus dimulai dari tingkat paling bawah,” katanya.

Meski Kalimantan Utara belum mencatatkan pelanggaran besar terkait karhutla, keterlibatan provinsi ini dalam rapat nasional Kemenko Polhukam mencerminkan perlunya antisipasi lebih serius terhadap risiko bencana yang mungkin terjadi tahun ini.

Iklan