TANJUNG SELOR — Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara) diperkirakan menghadapi tekanan fiskal cukup berat pada tahun anggaran 2026. Proyeksi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) disebut merosot hingga berada di kisaran Rp2,2 triliun, jauh lebih rendah dibanding tahun sebelumnya.

Penurunan tersebut terutama dipicu oleh berkurangnya Transfer ke Daerah (TKD) dari pemerintah pusat. Wakil Ketua II DPRD Kaltara, Muddain, menilai kondisi ini menuntut langkah ekstra hati-hati dalam menyusun program dan belanja daerah.

“Kami akan memperketat seluruh proses perencanaan dan pelaksanaan anggaran. Setiap rupiah harus memberi manfaat nyata untuk masyarakat,” tegasnya, Rabu (19/11/2025).

Muddain juga menegaskan tidak ada ruang bagi program yang tidak memiliki dampak langsung.

“Semuanya harus terukur dan dapat dipertanggungjawabkan,” ujarnya.
DPRD telah menerima Nota Pengantar Raperda APBD 2026 dan mulai memasuki pembahasan intensif. Fokus pembahasan antara lain memastikan program prioritas tetap berjalan, meski fiskal terbatas.

Dengan menurunnya TKD, optimalisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) menjadi perhatian utama sejumlah fraksi. Digitalisasi pengelolaan keuangan daerah dan penajaman skala prioritas menjadi strategi yang terus didorong.

“PAD kita memang tumbuh, tetapi secara nominal masih jauh di bawah TKD,” jelas Muddain.
Ia menambahkan, Raperda APBD 2026 wajib disahkan paling lambat 30 November 2025.
“Masyarakat berharap sinergi Pemprov dan DPRD mampu menjaga pembangunan—terutama di kawasan perbatasan—tetap berjalan meski anggaran menipis,” tutupnya.

Iklan